Aanisa Rohmi






Starring : Fatur, Michael, Yoel, Valen, Anjar, Kemmal, Eka, Aldi, Naras, Mutia, Suci, Atika, Iin , Ashma dan Aanisa

Location : Kedai Roti Bakar 543 Malang
PS : Foto ketiga adalah foto orang yang kalah main Uno, alhasil wajah dihiasi lipstik merah Naras




Starring : Eka, Aanisa, Iin, Kemmal, dan Anjar
Location : Gedung Utama Fakultas Ekonomi & Bisnis
Spot foto yang paling hits untuk mahasiswa FEB UB
Anyway, selamat Iin Manoppo atas gelar sarjana ekonominya







Starring : Eka dan Aanisa
Location : Starbucks MX Mall Malang
Karena kegabutan di malam minggu menghasilkan foto yang bisa dikenang





Starring : Alzi, Atika, Fatimah, Ashma, Dian, Dea, Rena, Pangrae, Mutia, Aanisa, Fathur
Location : Gedung Utama Fakultas Ekonomi & Bisnis
Selamat Anggie Rena atas gelar sarjana ekonominya.
Ada satu keresahan yang saya pikirkan dari semester pertama kuliah hingga sekarang
Seperti sudah kita ketahui bahwa bukan suatu kewajiban bagi para mahasiswa untuk memiliki buku referensi suatu mata kuliah.
Ya semua tergantung dosennya lagi sih, kalau dosen mewajibkan untuk memiliki buku pegangan mau tidak mau mahasiswa itu harus punya.
Bukannya bermaksud sombong tapi dulu sewaktu saya kuliah, saat dosen memberikan referensi buku akan saya catat atau saya perhatikan buku pegangan dosen yang dibawa setiap mereka mengajar dan mencarinya di toko buku.
Mungkin karena terbiasa dengan sistem sekolah jadi kalau tidak ada buku cetak / buku referensi itu rasanya seperti ada yang kurang kalau sedang belajar. Seperti tidak ada arah.

Saya senang memperhatikan tingkah laku teman-teman saya, dari yang memiliki kantong tebal hingga yang biasa-biasa saja.
Nah, ada satu fenomena ketika saya melihat mereka yang memiliki gadget mahal, kendaraan mobil, dan fashionnya yang kekinian tapi sayang sekali mereka tidak memiliki buku mata kuliah yang direferensikan oleh dosen.
Ini beneran, beberapa kali saya satu kelas dengan mereka. Mereka hanya berbekal binder dengan isi kertas putih dan gadget yang bisa digunakan untuk browsing.
Dan sesekali saya melihat mereka yang kantongnya tebal memilih untuk sekedar "fotokopi" buku referensi tersebut.
Sedangkan mereka yang hanya mahasiswa biasa-biasa saja malah membeli buku referensi asli cetakan dari penerbitnya.
WAW! Miris sekali.

Ada satu mata kuliah yang benar-benar membuat mata saya terbuka tentang pentingnya sebuah buku.
Jadi pada saat ujian akhir semester itu ternyata peraturannya diperbolehkan open book.
Dan alhamdulillahnya saya membawa buku referensi, semua jawaban ada disana.
Kelas pun menjadi ramai, mahasiswa yang tidak memiliki buku sibuk mencari dan meminjam buku.
Tapi sayang sekali namanya ujian ya ujian, tetap kerjakan secara individu.
Disini saya merasakan betapa beruntungnya saya memiliki buku ini, rasanya seperti Thor yang memiliki palunya hahaha.
Jadi bisa disimpulkan yang membantu saya bukan gadget dengan googlenya, tapi sebuah buku.

Seharusnya mahasiswa semakin sadar bahwa mereka memiliki peran sebagai agent of change.
Mau bawa change apaan kalau hanya bisa mengandalkan gadget atau kendaraan yang toh juga itu dibeliin sama orang tua. Mau bawa change apaan kalau kuliah aja hanya bawa binder dengan kertas kosong.
Mungkin sekarang tujuan utama mahasiswa bukan menuntut ilmu, tapi menuntut pengakuan dan prestise.

Faktanya mahasiswa sekarang hanya datang, duduk, dan mendengarkan ocehan ilmiah dosen yang bahkan tidak dicoba untuk dicerna oleh otak atau istilahnya sih masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Sadar dong! Mau sampai kapan gini mulu? Sampai Maroon 5 jadi bintang tamu di Dangdut Academy Indosiar?
Saya sedih nih :(



City of stars
Are you shining just for me
City of stars
There's so much that I can't see
.....

Lirik lagunya pasti terngiang-ngiang di kepala setelah menonton film La La Land, a
palagi yang menyanyikannya Ryan Gosling yang dapat menghanyutkan suasana. Bisa dikatakan film ini sad ending karena pada akhirnya cinta Mia dan Seb hanya hidup dalam kenangan dan imajinasi mereka masing-masing. Dan pada saat mereka dipertemukan mereka hanya bisa tersenyum pada jarak yang jauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun




Tapi kalau dilihat dari sisi lain film ini berhasil memberikan makna sebuah arti perjuangan dalam mencapai sebuah impian. Menjadi pemimpi itu sangat mudah, tapi mencapai sebuah mimpi butuh kerja keras. Mia yang ingin menjadi aktris harus menerima banyak kegagalan dan disaat dia berada di titik keputusasaannya, Seb berhasil meyakinkan kembali bahwa Mia harus berjuang mencapai impiannya. Dan pada saat itu mereka memutuskan untuk berpisah, mengambil jalan mereka masing-masing untuk mencapai impian




Is someone in the crowd the only thing you really see?
Watching while the world keeps spinning 'round?
Somewhere there's a place where I find who I'm gonna be
A somewhere that's just waiting to be found 
- Someone in The Crowd (Mia)

Well, ternyata someone in the crowd itu adalah Seb
Tetapi sangat disayangkan someone in the crowd itu tidak menjadi someone in the rest of her life



"It's difficult to follow your dream. It's a tragedy not to." - La La Land
Pada dasarnya kita manusia selalu ingin yang lebih. Tidak ada habisnya keinginan kita. Seperti halnya dunia gadget yang tidak ada habisnya dengan segala pembaharuannya sampai rasanya muak harus mengikuti perkembangan itu. Dari sini sudah dapat disimpulkan, seberapa pun gadget itu diperbaharui, gadget tersebut tidak benar-benar sempurna. Sama halnya dengan kita, manusia.

Mau hidup yang sempurna? Gak bakal ada. Mau dapat jodoh yang sempurna? Silahkan cari hingga dapat. Tidak perlulah menghabiskan waktu melihat kehidupan orang lain lalu membandingkan dengan kehidupan kita dan mengeluh "kenapa kehidupan saya tidak sesempurna dia". 

Mari lihat orang yang kerja keras di lampu merah, pernah tidak sejenak mengucap syukur atas segala yang sudah kita nikmati?
Mari lihat orang yang kerja keras menjajakan koran lalu menawarkan satu per satu orang dan diabaikan, pernah tidak merasakan sedih melihat kerja keras yang gak selalu membuahkan hasil? 
Dan mari lihat orang tua masing-masing yang sudah susah mencari uang untuk membiayai kebutuhan, pernah tidak merasakan terbebani karena harus terus-terusan menerima uang itu, kapan giliran kita yang memberi?

Sudah cukup mengeluhnya. Perbanyak bersyukur dan lihat kehidupan orang lain yang dapat kita ambil pelajarannya. Bukankah tujuan kita hidup di dunia adalah menjadi pribadi yang lebih baik?
Newer Posts Older Posts Home



About Me

My photo
Aanisa Rohmi
View my complete profile

Archive

  • ►  2018 (2)
    • ►  June (2)
  • ▼  2017 (13)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ▼  April (4)
      • A Simple Joy of Having Fun (Photo)
      • Mahasiswa yang Bikin Sedih
      • La La Land
      • Keluhan Sang Tidak Sempurna
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (21)
    • ►  December (2)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
  • ►  2014 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  March (4)
  • ►  2012 (12)
    • ►  July (4)
    • ►  April (5)
    • ►  January (3)
  • ►  2011 (55)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (8)
    • ►  July (6)
    • ►  June (6)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (27)
    • ►  December (5)
    • ►  November (7)
    • ►  October (4)
    • ►  September (5)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  March (1)
Powered by Blogger.

Copyright © 2009-2020 Aanisa Rohmi. Created By OddThemes