Aanisa Rohmi

GIVE AND TAKE.

Mungkin hukum ini sudah sangat familiar bagi kebanyakan orang. Kalau kata orangtua saya memberi itu ya harus ikhlas, tapi sejujurnya kadang saya masih suka kepikiran atau bahasa kasarnya suka setengah-setengah kalo masalah memberi. Mungkin kamu juga merasakan hal seperti itu? Kalau saya dan kamu merasakan hal yang sama mungkinkah kita berjodoh? Lah, ngapa saya jadi ngelantur hehe.

Memang sih awal-awalnya agak terpaksa dan suka kepikiran. Tapi percaya deh, kalo lingkungan kamu mendukung dan sudah terbiasa untuk memberi kedepannya pasti bisa belajar ikhlas. Nah kalau udah di tahap ikhlas nih pasti gak kepikiran lagi berapa uang atau barang yang sudah dikeluarkan untuk diberikan kepada orang lain, atau gak kepikiran lagi apa timbal balik yang akan didapat. Bawaannya ikhlas aja. Cukup dengerin kata "terima kasih" atau melihat sebuah senyuman aja rasanya udah senang dan tentram, rasanya seperti "wah saya hidup ini juga ada gunanya untuk orang lain".

Saya benar-benar bisa merasakan betapa hebatnya hukum give and take di alam ini. Selalu adaaaaaaaaaa aja timbal baliknya setiap memberi, apalagi kalo benar-benar ikhlas. Dan kadang juga dibalas dengan doa, ternyata benar doa yang ikhlas itu sangat mujarab.

Dan saya sangat berterima kasih kepada siapapun yang sudah menyempatkan waktunya untuk berdoa dan mengucapkan berbagai pengharapan untuk saya kepada sang Pencipta. Ah, hanya itu yang saya butuhkan sekarang. Doa yang ikhlas dari kamu. Eaaa.

Anyway, berhubung sekarang kita hidup di jaman teknologi, coba deh follow akun-akun yang bikin kamu “ngeh” untuk selalu bersyukur, seperti akun bakti sosial atau yang mengarah ke kepedulian terhadap lingkungan atau meningkatkan kualitas kehidupan. Walaupun kadang postingannya terabaikan, minimal kamu sudah ada niat untuk menjadi lebih baik lagi dengan follow akun yang baik. Semua hal berawal dari niat kan? Betul tidak?

Coba belajar untuk hidup sederhana, lihat ke bawah aja yuk pasti lebih bisa bersyukur. Hidup itu jangan terlalu WAW. Dikasih paha mintanya dada. Eh. Hehe udah deh, bahaya kalo keterusan, saya mah apa atuh ya, hanya manusia yang sedang belajar memperbaiki diri.

Tulisan ini untuk papa. Sosok yang sangat valueable karena ia adalah seorang investor dalam hidup saya. Papa saya menginvestasikan waktu, usaha, bahkan uangnya untuk menunjang kehidupan sebuah keluarga.

Walaupun terkadang waktunya banyak ia habiskan di ruangan kantor yang monoton, tapi pulangnya yang saya tunggu-tunggu. Saya merasakan papa membawa oleh-oleh sebuah kelelahan sehabisnya bekerja. Dan tentu saja saya, adik-adik, dan mama bekerja sama mengerjakan sebuah misi layaknya avengers untuk membuat papa tersenyum dan tertawa hingga kelelahan itu sirna.

Andai saya magician. Lalu mengatakan sebuah mantra.
"Pada hitungan ketiga, rasa kelelahan papa akan menghilang. 1.. 2.. 3.."
Waw, saya pasti akan menjadi manusia yang sangat berguna bagi nusa dan bangsa terutama bagi keluarga, karena dapat membantu menghilangkan kelelahan dan beban pikiran hanya dengan seperkian detik. (ah, lagi-lagi imajinasi saya menggeliat keluar dari zonanya).

Oh iya. Dahulu, saat saya sekolah bahkan hingga sekarang ada 1 mantra papa untuk saya dan adik-adik yang terkadang membuat kami tertawa.
"Nomor 1 ya nak, jadi presiden"
Iya. Selalu seperti itu. Entahnya saat itu juga saya merasa tersihir dengan mantra papa dan bergegas sekolah untuk menjadi nomor 1 di sekolah. (nomor 1 di absen, eaaaaaa....)


"Kalau papa terawang nih ya, nanti kamu bakal jadi orang kaya dan sukses"
Lagi dan lagi papa bertingkah seakan dapat menerawang. Bahkan saya sudah berkali-kali mendengar papa berbicara seperti itu, dan anehnya tidak pernah ada rasa bosan. Saya hanya tersenyum tersipu malu dan mengamini. Dan saya pun tersadar, papa punya cara tersendiri untuk memberi motivasi dan menyampaikan doanya kepada anaknya.

Terima kasih untuk semua papa-papa diluar sana yang menjadi investor bagi anaknya sendiri. Mencari nafkah dan menyembunyikan segala kelelahan dibalik badanmu yang menurut kami itu kekar. (Ade Rai mah lewat).

Udah. Cukup sekian. Sebenarnya masih banyak cerita lainnya mengenai keluarga saya, tapi hari ini saya ada jadwal ngedate dengan papa. Ini hari pertama papa menikmati libur cuti bersama lebaran. (cieee... bisa-bisa nempel mulu tuh badan di ranjang).

Anyway, jangan lupa sisihkan waktu untuk orangtua yang umurnya semakin berkurang. Cium tangannya dan kecup keningnya. Kalau bisa sih tambahkan backsound lagu romantis bak drama korea. Uuhhhh, so sweet!
Rutinitas saya agak monoton.
Setiap pagi saya tidak absen untuk membuat dan meminum cappucino good day.

Kamu tahu kekurangan saya yang lain?
Saya termasuk individu yang susah berpaling dari hal yang saya suka dan rela dibunuh oleh rasa bosan untuk merasakan hal yang sama setiap harinya.

Maka dari itu, saya tidak bosan untuk meminum cappucino itu setiap hari.
Walaupun rasa minuman itu pahit, namun saya bisa menikmati setiap kepahitannya dan tidak berniat untuk berpaling ke hal lain yang memiliki rasa lebih manis.
Sama halnya dengan kisah kita, walaupun pahit, saya selalu ingin merasakannya setiap hari.
Barangkali kamu ingin menemani saya menikmati minuman favorit saya di setiap pagi ini?

Hmmm????
Ah sudahlah, tidak perlu dijawab. Kamu bukan penikmat rasa pahit.
Cukup saya saja yang menikmatinya secara individual.





Starring : Fatur, Michael, Yoel, Valen, Anjar, Kemmal, Eka, Aldi, Naras, Mutia, Suci, Atika, Iin , Ashma dan Aanisa

Location : Kedai Roti Bakar 543 Malang
PS : Foto ketiga adalah foto orang yang kalah main Uno, alhasil wajah dihiasi lipstik merah Naras




Starring : Eka, Aanisa, Iin, Kemmal, dan Anjar
Location : Gedung Utama Fakultas Ekonomi & Bisnis
Spot foto yang paling hits untuk mahasiswa FEB UB
Anyway, selamat Iin Manoppo atas gelar sarjana ekonominya







Starring : Eka dan Aanisa
Location : Starbucks MX Mall Malang
Karena kegabutan di malam minggu menghasilkan foto yang bisa dikenang





Starring : Alzi, Atika, Fatimah, Ashma, Dian, Dea, Rena, Pangrae, Mutia, Aanisa, Fathur
Location : Gedung Utama Fakultas Ekonomi & Bisnis
Selamat Anggie Rena atas gelar sarjana ekonominya.
Ada satu keresahan yang saya pikirkan dari semester pertama kuliah hingga sekarang
Seperti sudah kita ketahui bahwa bukan suatu kewajiban bagi para mahasiswa untuk memiliki buku referensi suatu mata kuliah.
Ya semua tergantung dosennya lagi sih, kalau dosen mewajibkan untuk memiliki buku pegangan mau tidak mau mahasiswa itu harus punya.
Bukannya bermaksud sombong tapi dulu sewaktu saya kuliah, saat dosen memberikan referensi buku akan saya catat atau saya perhatikan buku pegangan dosen yang dibawa setiap mereka mengajar dan mencarinya di toko buku.
Mungkin karena terbiasa dengan sistem sekolah jadi kalau tidak ada buku cetak / buku referensi itu rasanya seperti ada yang kurang kalau sedang belajar. Seperti tidak ada arah.

Saya senang memperhatikan tingkah laku teman-teman saya, dari yang memiliki kantong tebal hingga yang biasa-biasa saja.
Nah, ada satu fenomena ketika saya melihat mereka yang memiliki gadget mahal, kendaraan mobil, dan fashionnya yang kekinian tapi sayang sekali mereka tidak memiliki buku mata kuliah yang direferensikan oleh dosen.
Ini beneran, beberapa kali saya satu kelas dengan mereka. Mereka hanya berbekal binder dengan isi kertas putih dan gadget yang bisa digunakan untuk browsing.
Dan sesekali saya melihat mereka yang kantongnya tebal memilih untuk sekedar "fotokopi" buku referensi tersebut.
Sedangkan mereka yang hanya mahasiswa biasa-biasa saja malah membeli buku referensi asli cetakan dari penerbitnya.
WAW! Miris sekali.

Ada satu mata kuliah yang benar-benar membuat mata saya terbuka tentang pentingnya sebuah buku.
Jadi pada saat ujian akhir semester itu ternyata peraturannya diperbolehkan open book.
Dan alhamdulillahnya saya membawa buku referensi, semua jawaban ada disana.
Kelas pun menjadi ramai, mahasiswa yang tidak memiliki buku sibuk mencari dan meminjam buku.
Tapi sayang sekali namanya ujian ya ujian, tetap kerjakan secara individu.
Disini saya merasakan betapa beruntungnya saya memiliki buku ini, rasanya seperti Thor yang memiliki palunya hahaha.
Jadi bisa disimpulkan yang membantu saya bukan gadget dengan googlenya, tapi sebuah buku.

Seharusnya mahasiswa semakin sadar bahwa mereka memiliki peran sebagai agent of change.
Mau bawa change apaan kalau hanya bisa mengandalkan gadget atau kendaraan yang toh juga itu dibeliin sama orang tua. Mau bawa change apaan kalau kuliah aja hanya bawa binder dengan kertas kosong.
Mungkin sekarang tujuan utama mahasiswa bukan menuntut ilmu, tapi menuntut pengakuan dan prestise.

Faktanya mahasiswa sekarang hanya datang, duduk, dan mendengarkan ocehan ilmiah dosen yang bahkan tidak dicoba untuk dicerna oleh otak atau istilahnya sih masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Sadar dong! Mau sampai kapan gini mulu? Sampai Maroon 5 jadi bintang tamu di Dangdut Academy Indosiar?
Saya sedih nih :(



City of stars
Are you shining just for me
City of stars
There's so much that I can't see
.....

Lirik lagunya pasti terngiang-ngiang di kepala setelah menonton film La La Land, a
palagi yang menyanyikannya Ryan Gosling yang dapat menghanyutkan suasana. Bisa dikatakan film ini sad ending karena pada akhirnya cinta Mia dan Seb hanya hidup dalam kenangan dan imajinasi mereka masing-masing. Dan pada saat mereka dipertemukan mereka hanya bisa tersenyum pada jarak yang jauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun




Tapi kalau dilihat dari sisi lain film ini berhasil memberikan makna sebuah arti perjuangan dalam mencapai sebuah impian. Menjadi pemimpi itu sangat mudah, tapi mencapai sebuah mimpi butuh kerja keras. Mia yang ingin menjadi aktris harus menerima banyak kegagalan dan disaat dia berada di titik keputusasaannya, Seb berhasil meyakinkan kembali bahwa Mia harus berjuang mencapai impiannya. Dan pada saat itu mereka memutuskan untuk berpisah, mengambil jalan mereka masing-masing untuk mencapai impian




Is someone in the crowd the only thing you really see?
Watching while the world keeps spinning 'round?
Somewhere there's a place where I find who I'm gonna be
A somewhere that's just waiting to be found 
- Someone in The Crowd (Mia)

Well, ternyata someone in the crowd itu adalah Seb
Tetapi sangat disayangkan someone in the crowd itu tidak menjadi someone in the rest of her life



"It's difficult to follow your dream. It's a tragedy not to." - La La Land
Pada dasarnya kita manusia selalu ingin yang lebih. Tidak ada habisnya keinginan kita. Seperti halnya dunia gadget yang tidak ada habisnya dengan segala pembaharuannya sampai rasanya muak harus mengikuti perkembangan itu. Dari sini sudah dapat disimpulkan, seberapa pun gadget itu diperbaharui, gadget tersebut tidak benar-benar sempurna. Sama halnya dengan kita, manusia.

Mau hidup yang sempurna? Gak bakal ada. Mau dapat jodoh yang sempurna? Silahkan cari hingga dapat. Tidak perlulah menghabiskan waktu melihat kehidupan orang lain lalu membandingkan dengan kehidupan kita dan mengeluh "kenapa kehidupan saya tidak sesempurna dia". 

Mari lihat orang yang kerja keras di lampu merah, pernah tidak sejenak mengucap syukur atas segala yang sudah kita nikmati?
Mari lihat orang yang kerja keras menjajakan koran lalu menawarkan satu per satu orang dan diabaikan, pernah tidak merasakan sedih melihat kerja keras yang gak selalu membuahkan hasil? 
Dan mari lihat orang tua masing-masing yang sudah susah mencari uang untuk membiayai kebutuhan, pernah tidak merasakan terbebani karena harus terus-terusan menerima uang itu, kapan giliran kita yang memberi?

Sudah cukup mengeluhnya. Perbanyak bersyukur dan lihat kehidupan orang lain yang dapat kita ambil pelajarannya. Bukankah tujuan kita hidup di dunia adalah menjadi pribadi yang lebih baik?
Ini postingan yang gak ada faedahnya!
Gak usah dibaca, kecuali kepo banget haha.

Saya cerita gini supaya kalau udah tuwir (baca: tua) gak lupa dengan kisah yang lalu-lalu.
Jadi nih ya banyak banget yang nanya kok nama saya punya 2 huruf A di depan.
"Ini gak salah ketik namanya?"
"Biasanya huruf N dan S yang double, kok ini huruf A?"
"Kok A nya double? Absen pertama terus dong"

Saya juga memiliki keresahan dengan nama asli saya, karena di Kartu Keluarga, KTP, dan SIM tertulis nama lengkap : "Aanisa Rochmi"
Tetapi di Akta kelahiran saya tertulis "Aanisa Rohmi"

"AANISA ROHMI"
Aanisa : Wanita (arab)
Rohmi : dari kata "Rohim" (arab) yang artinya penyayang
Jadi kalau disambungin jadi apa?? Hayo jadi apaaa??
Pinterrr...................

Sebenarnya saya juga kurang tau kenapa kakek saya memberi nama dengan 2 huruf A di depan.
Tapi karena hal itu saya selalu jadi yang pertama (absen).
Mungkin tujuannya supaya saya jadi yang pertama dan terdepan EAAAAAA.

Kenapa dipanggil Aa?
Bermula dari teman dekat saya sewaktu SMP.
Waktu itu di sekolah lumayan banyak yang namanya seperti saya. 
"Nisa" "Nisa" "Nisa"
Jadi kalau ada yang panggil nisa, itu yang namanya nisa pada noleh semuaaaaaaa.
Karena saya lelah dengan drama noleh-noleh itu, teman 1 geng saya yang tomboy memiliki ide yang cukup cemerlang dengan memanggil saya dengan sebutan "Aa"
Dan tercetuslah panggilan itu. Anak-anak SMP banyak yang panggil saya "Aa" "Aa" "Aa"
Jadi benar adanya bahwa setiap masalah, pasti ada solusinya jika kita ingin mencari.

"Aa" kalau bahasa sunda itu untuk panggilan laki-laki yang lebih tua.
Jadi kalau ada orang sunda yang panggil "Aa", saya bakalan ikutan noleh juga. Ha ha ha -_-
Temen saya pernah bertanya "Kamu lebih nyaman dipanggil Aa atau Nisa?"
Hmmmmm kalau ditanya gitu sih ya nyaman-nyaman aja.
Dengan catatan dibatas wajar.
Bahkan ada yang panggil saya "Nicca" "Chibi" "Cib" "Romi" "Romlah"
Wah banyak sekali ya, tapi saya juga kurang paham kenapa saya malah noleh ketika dipanggil dengan panggilan tersebut.


Every name has a story - Perry Noble

Setiap nama punya ceritanya masing-masing.
Dan terkadang saya melihat orang terdekat saya dan memanggil nama mereka, saya merasakan nama itu memang benar-benar cocok dan menggambarkan diri mereka masing-masing.
Jadi, sebuah nama itu sangat memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kehidupan yang akan kita jalani. Ehmmm..























































Newer Posts Older Posts Home



About Me

My photo
Aanisa Rohmi
View my complete profile

Archive

  • ►  2018 (2)
    • ►  June (2)
  • ▼  2017 (13)
    • ▼  August (1)
      • Ikhlas.
    • ►  June (1)
      • Daddy You, Daughter Me
    • ►  May (1)
      • Penikmat Rasa Pahit
    • ►  April (4)
      • A Simple Joy of Having Fun (Photo)
      • Mahasiswa yang Bikin Sedih
      • La La Land
      • Keluhan Sang Tidak Sempurna
    • ►  March (2)
      • A Good Name
      • G.R.A.D.U.A.T.I.O.N (Photo)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (21)
    • ►  December (2)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (5)
    • ►  July (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
  • ►  2014 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  March (4)
  • ►  2012 (12)
    • ►  July (4)
    • ►  April (5)
    • ►  January (3)
  • ►  2011 (55)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (8)
    • ►  July (6)
    • ►  June (6)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (27)
    • ►  December (5)
    • ►  November (7)
    • ►  October (4)
    • ►  September (5)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  March (1)
Powered by Blogger.

Copyright © 2009-2020 Aanisa Rohmi. Created By OddThemes