Aanisa Rohmi

Saya ingin ditali-pitakan Tuhan di hari ulang tahunmu.
Saya ingin jadi alas kaki yang kamu kenakan, yang membuatmu tampak semampai, meski harus kamu lepas saat naik ke tempat tidur.
Dan lagi, saya ingin menjadi kendaraanmu, meski sering tak sengaja kamu membawa saya menghajar lubang di jalan, tapi saya tetap menunggumu di tempat parkir saat terik ataupun saat hujan, dan saya akan terkunci aman menunggu kamu membawa saya jalan.

Saya ingin jadi Instagrammu, tempatmu memamerkan foto yang kamu sebut kenangan.
Saya ingin jadi Facebook, Twitter, ataupun Path, tempatmu berbagi cerita dan aktivitasmu.
Saya ingin jadi handphonemu, sesuatu yang tidak kamu lupa saat kamu bepergian ke luar.
Saya ingin jadi charger handphonemu, sesuatu yang sering kamu cari-cari.
Saya ingin jadi apapun itu asal kamu bisa tersenyum saat melihat saya.

Kadangkala, saya teringat hal-hal kecil, sampai saya ingin melahap nasi padang di pinggir jalan bersama-sama, hingga saya menjadi kagum pada sebutir nasi yang menempel di dagumu.
Dan saya ingin menatap matamu saat kita duduk di dalam angkutan umum, dan siapa pun disebelahmu merasa risih atau merasa iri melihat mata saya mematung menatapmu.

Tetapi entah kapan kamu membutuhkan saya, lalu kapan kamu akan mencari saya, dan sampai kapan kamu akan bersikap begitu?
Saya hanya sebutir pasir di pinggir pantai, dan telapak kakimu saja yang saya rindukan untuk menginjak saya.
Saya menyapa, sesekali saya melucu. Kamu tahu? Saya telah banyak mencari cara agar setidaknya bisa melintas di kepalamu.

Tapi apa daya, cukup menjadi benda mati untukmu sudah membuat saya bahagia.
Karena untuk menjadi benda hidup di keseharianmu merupakan hal mustahil.
Terlalu banyak pro dan kontra mengenai full day.
Saya termasuk siswa yang pernah merasakan full day saat waktu SD.

Sebelumnya, saya mengenyam pendidikan di TKIT YABIS Bontang, sehingga saat itu memang sudah dibiasakan untuk menggunakan jilbab.
Ini merupakan suatu hal yang sangat saya syukuri karena orang tua saya memasukkan saya ke sekolah islam sehingga saya benar-benar menerima lebih banyak ajaran mengenai islam.


Setelah lulus TKIT YABIS, orang tua saya memasukkan saya ke sekolah yang sama dengan jenjang yang lebih tinggi yaitu SDIT YABIS.
Saat itu ada pilihan berupa kelas reguler dan kelas full day.
Hanya ada 1 kelas full day di setiap angkatan, dan untuk bisa masuk kelas full day harus menjalani tes.
Nah, saat saya diterima masuk kelas full day, ternyata angkatan saya merupakan angkatan pertama yang menjalani kelas full day.

Jadi saat itu, semua rutinitas harus dibiasakan, seperti sekolah dari hari Senin hingga Jumat dengan pergi ke sekolah jam 7 pagi dan pulang ke rumah jam 4 sore.
YABIS merupakan sekolah swasta, jadi biaya sekolah ditanggung oleh orang tua.
Ini yang membuat saya bertahan karena orang tua saya sudah mengeluarkan begitu banyak biaya untuk pendidikan anaknya.

Mungkin kalian berpikir anak full day kerjaannya hanya disuruh belajar dan belajar.
Kalian salah besar.

Kita (anak full day) menerima ilmu lebih banyak daripada anak kelas reguler.
Kita (anak full day) memiliki istirahat yang lebih panjang daripada anak kelas reguler.
Kita (anak full day) memiliki ruang kelas yang lebih luas daripada anak kelas reguler.
Kita (anak full day) memiliki media untuk bermain yang lebih banyak daripada anak kelas reguler.
Kita (anak full day) memiliki banyak waktu bermain dengan teman sekelas daripada anak kelas reguler.

Bukan merendahkan anak kelas reguler, tapi bisa dikatakan anak full day merupakan anak yang meluangkan waktu belajar lebih banyak dan rela menghabiskan waktunya lebih banyak di sekolah bersama temen daripada bersama keluarga.
Kita memang terkadang merasakan lelah saat harus menerima semua ilmu dan masih harus mengerjakan PR di rumah saat malam tiba.

Tapi kita harus melihat dari 2 sisi, semua hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan kan?
Jika saat ini menteri pendidikan ingin mengubah sistem pendidikan dan mewajibkan adanya full day di semua sekolah, saya sebagai siswa yang pernah merasakan full day tentu menolaknya.

Karena, kita sudah terbiasa dengan sistem jam pulang sekolah yaitu pada saat siang.
Akan susah untuk mengubah kebiasaan yang telah mendarah daging seperti itu, yang terjadi akan banyak siswa mengeluh dan dapat berakibat pada kinerja mereka.
Selain itu, tidak semua anak-anak nyaman berlama-lama di lingkungan sekolah, karena pada dasarnya mereka hanya ingin bermain.

Biarkan full day menjadi pilihan bagi orang tua dan siswa yang ingin menjalaninya.
Bukan menjadi suatu kewajiban yang harus dilalui oleh semua siswa di Indonesia.

Selain itu, mari kita lihat kelayakan dan kesejahteraan seorang guru di sekolah negeri.
Apakah mereka sudah mendapatkan kelayakan gaji saat ini?
Apakah mereka siap mengajar hingga sore menjelang walaupun tidak menerima tambahan edukasi dari pemerintah?

Mari sejenak luangkan waktu untuk melihat dampak bagi semua pihak yang terlibat.
Kampung Jodipan yang dulunya dipandang sebelah mata oleh masyarakat Malang karena dinilai kumuh dan lokasi yang dekat dengan pinggiran sungai kini harus mengubah pandangannya, karena saat ini kampung Jodipan telah berubah bak perkampungan di Brazil yang penuh dengan warna.

Image kampung Jodipan pun semakin baik di mata masyarakat luas karena keramahan dan rasa antusias warga disana saat menerima kedatangan para pengunjung.

Tempat ini menjadi sangat ramai dikunjungi, bahkan para turis juga berbondong-bondong kemari melihat warna-warni keindahan Jodipan.
Ini bisa jadi tambahan spot foto untuk yang ingin eksis hehe.

Pesannya cuma 1 untuk yang ingin mengunjungi Jodipan.
Jangan lupa untuk menegur warga disana (minimal tersenyum) dan jaga kebersihan ya.













Ada hal-hal yang perlu kita terima tanpa perlu kita pahami.

Percaya saja, bahwa atas semua kejadian, di sana tersimpan pembelajaran.

Mungkin esok, 1 minggu, 2 bulan, atau beberapa tahun lagi baru kamu akan mengerti tentang hal yang baru saja kamu lewati.

Ketika kamu menyadarinya, mungkin dengan wajah tersenyum, kamu akan mengatakan, “oh, ternyata Tuhan inginkan aku begini…”

Maka terima saja apa yang terjadi hari ini. Tutup matamu sekarang dan cobalah ukir senyuman di wajahmu. Kamu akan merasakan-‘nya’ :)
Bagaimana cara mengikhlaskan hal yang sepenuhnya tidak kita ikhlaskan?
Susah untuk ikhlas, tapi harus mengikhlaskan.
Sehingga ujungnya kita memaksa diri sendiri untuk ikhlas.
Memaksa diri sendiri untuk menerima semua hal yang tidak kita ikhlaskan.

Pada akhirnya kita harus ikhlas untuk mengerti keadaan yang sesungguhnya.

Mengerti perasaan orang lain, mengerti kondisi orang lain.
Karena kita tidak hidup sendiri.
Karena kita ingin hidup lebih nyaman.

Kamu tau pada saat apa kamu merasakan ikhlas?


Saat kamu bisa tersenyum (tanpa sedih) melihat orang yang kamu kasihi berhasil mencapai cita-citanya walaupun kamu tidak bersama dia.


Saat kamu bisa tersenyum (tanpa sedih) melihat orang yang kamu kasihi bahagia dengan pilihannya sekarang walaupun hanya melihat melalui foto.


Saat kamu bisa tersenyum (tanpa sedih) melihat orang yang kamu kasihi pergi selamanya dari dunia untuk melanjutkan hidup di dunia berikutnya.


Intinya, kamu ikhlas pada saat kamu tersenyum (tanpa sedih) melihat orang yang kamu kasihi baik-baik saja tanpa kamu.


Ikhlas itu belajar menerima yang awalnya kamu pikir tidak dapat menerimanya.

Kamu hanya perlu belajar menerima segala kondisi atau keadaan yang tidak kamu suka dan menunggu waktu yang tepat untuk benar-benar mengikhlaskan apa yang telah terjadi.

Ikhlas hanya masalah waktu kok.

Ikhlas itu bisa tersenyum (tanpa sedih).
:)

By the way,

Aku selalu dengar lagu All of The Stars - Ed Sheeran untuk menemani keikhlasanku.
Kamu bisa menyaksikan film The Fault in Our Stars, dan dapat belajar ikhlas (tanpa sedih).





http://terjemah-lirik-lagu-barat.blogspot.co.id/2014/05/all-of-stars-ed-sheeran.html
Newer Posts Older Posts Home



About Me

My photo
Aanisa Rohmi
View my complete profile

Archive

  • ►  2018 (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2017 (13)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ▼  2016 (21)
    • ►  December (2)
    • ►  November (5)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ▼  August (5)
      • Benda Mati
      • Full Day?
      • Jodipan, Malang
      • Terima Saja
      • (Tanpa Sedih)
    • ►  July (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
  • ►  2014 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  January (6)
  • ►  2013 (9)
    • ►  November (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  March (4)
  • ►  2012 (12)
    • ►  July (4)
    • ►  April (5)
    • ►  January (3)
  • ►  2011 (55)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (8)
    • ►  July (6)
    • ►  June (6)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (27)
    • ►  December (5)
    • ►  November (7)
    • ►  October (4)
    • ►  September (5)
    • ►  August (4)
    • ►  July (1)
    • ►  March (1)
Powered by Blogger.

Copyright © 2009-2020 Aanisa Rohmi. Created By OddThemes